CIANJUR ORBITJABAR.COM - Kabupaten Cianjur yang dikenal dengan Slogan Ngaos, Mamaos, maenpo, tiga pilar budaya yang harus dijaga kelestariannya. Bahkan Pemerintah Kabupaten Cianjur telah membuat peraturan daerah (Perda) tentang tiga pilar budaya agar kearipan lokal tersebut tetap lestari.
Kemarin, tepatnya Jum'at (21/10), Orbitjabar.com sempat ngobrol bersama tokoh seniman dan budayawan Cianjur Tatang Setiadi. Obrolan singkat itu membahas tentang Slogan Cianjur Ngaos, Mamaos, Maenpo. Walaupun singkat sekitar 15 menit, banyak hal yang didapat mengenai sejarah, budaya dan kearipan lokal tentang Cianjur.
Menurut Tatang Setiadi, Sejarah lahirnya slogan Ngaos, Mamaos, Maenpo berawal dari obrolan para menak Cianjur Aria Cikondang dan Aria Kidul. Kedua menak ini masing-masing punya kelebihan yang berbeda yang satu ahli kanuragan dan yang satu ahli sastra.
Dalam obrolan tersebut mereka berencana ingin mendatangi Kerajaan Mataram terkait wilayah dan masyarakat Cianjur. Akan tetapi setelah dipikir jika dilakukan pendekatan kekuatan mereka berpikir ulang dengan kekuatan Mataram saat itu. Sehingga dilakukanlah lewat sastra, mereka menemui Raja Mataram dengan membawa karya satra mereka dan disambut oleh Raja.
"Mereka disambut oleh Raja Mataram, 'Deudeuh Teuing'. Pulangnya mereka berdua dibekali 3 hadiah, dikasih kuda, dikasih bibit pohon, dan dikasih surat kalih, sehingga pulang dari mataram mereka dijamin aman", Papar tatang.
"Jadi intinya kita jadi wilayah mandiri itu karena kelembutan tutur bahasa, nenek moyang kita berjuang lewat sastra, yang kini disebut dikenal dengan 'Mamaos'", imbuh tatang.
Tatang Setiadi Pengasuh Seni di Yayasan Perceka Art Center ini melanjutkan obrolannya, Ngaos jika diartikan dalam bahasa Indonesia ialah mengaji atau mengkaji.
"Sama juga dengan istilah 'Ngaos' dalam Alqur'an jelas disitu dituliskan 'Iqro', bacalah, mengaji, bisa juga diartikan mengkaji", lanjutnya.
Dan yang terakhir 'Maenpo', lanjut Seniman Cianjur ini, Maenpo bisa diartikan gerak. Maenpo atau seni beladiri yang diciptakan oleh H. Ibrahim ini, filosopinya bisa diartikan gerak.
Para pendahulu kita sebelum melakukan tindakan itu selalu di barengi dengan Ngaos, Mamaos Maenpo.
"Ngaos, Mamaos, Maenpo artinya sebelum bertindak itu dikaji dulu baik buruknya, ketika sudah dikaji baru diutarakan atau dibicarakan, selanjutnya bergerak dengan tindakan," jelas Tatang Setiadi.
Baca Juga:
Filosophi ini yang sering dilupakan oleh kita sebagai warga tulen Cianjur. Itulah pentingnya melestarikan Budaya kearifan lokal, agar anak cucu kita sebagai orang Cianjur tidak lupa akan jati diri budayanya.* (Yd).
MasyaAllah ..
BalasHapusPosting Komentar