CIANJUR ORBTJBAR.COM - Untuk mengurangi angka kasus kekerasan terhadap perempuan, Rumah Kita Bersama (Rumah Kitab) menggelar acara Workshop pendampingan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Acara bertempat di Hotel Pallace Jl. Raya Cipanas No.KM, RW.2, Cipanas, Kec. Cipanas, Kabupaten Cianjur, selama 3 hari dari 19 Oktober sampai dengan 21 Oktober. Peserta yang mengikuti Workshop tersebut para Aktivis-Aktivis perempuan Cianjur yang tergabung dalam Perempuan Hebat Cianjur (PHC).
Unang Margana, SH,MH salah satu nara sumber dalam workshop tersebut dalam materinya menyampaikan, perlindungan terhadap perempuan konstitusi sudah mengatur bagaimana perundang-undangan negara bisa melindungi hak-hak perempuan.
"Selama ini masih banyak diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, ini sudah menjadi persoalan internasional, seperti yang terjadi pada teman teman buruh migran indonesia, Cianjur menjadi pemasok terbesar buruh migran" papar Unang.
"Contoh kasus, beberapa waktu lalu kami dapat laporan keluarga buruh migran selama 12 tahun tidak ada kontak, banyak buruh migran yang nasibnya terlunta-lunta, bagaimana dengan gajinya, kondisinya, bisa ribuan itu yang kaburan mukim di camp", imbuh Unang.
Praktisi Hukum yang tergabung di Lembaga Bantuan Hukum Cianjur ini lanjut memaparkan, berdasarkan survei, ada faktor- faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan diantaranya faktor ekonomi, faktor sosial, dan budaya. Tentunya semua itu harus ditekan agar angka kekerasan terhadap perempuan menurun.
"PHC dalam rentang waktu tujuh bulan, menerima 17 kasus kekerasan terhadap perempuan, Alhamdulillah tentunya itu semua diselesaikan, ini menjadi tantangan kita kedepan dalam upaya pencegahan", jelasnya.
Faktanya di Cianjur masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan, contoh kasus yang kemarin sempat viral di jagat maya KDRT yang menimpa Lesty Kejora. Ia berasal dari Cianjur tepatnya di Kecamatan Cibinong Cianjur Selatan.
"Kasus KDRT Lesty Kejora, ini agak sfesifik, Lesty mencabut laporannya, ini ada perbedaan pendapat antara prosesnya berlanjut atau tidak. Teman-teman penggiat bisa melaporkan ke kementrian biar ada atensi", kata Unang.
Lanjut Unang, siapa yang berhak melaporkan? diantaranya orang yang mengalami, melihat, menyaksikan atau jadi korban berhak melaporkan.
"Segera laporkan pihak kepolisian, atau pun melalui pendampingan diantaranya Pengacara, LBH, ataupun Organisasi terkait," jelas Unang.
Dalam workshop tersebut ada sesi simulasi penanganan kasus yang dimentori oleh Ratna dari Lembaga Bantuan Hukum APIK.
Menurut Ratna, ketika pendampingan kita harus tahu, aturan dan Undang-Undang bahkan pasal pasal tentang kekerasan terhadap perempuan.
"Penerapan pasal harus pas, cari yang terberat, apalagi jika korban masuk rumah sakit. Ketika kita dampingi korban, harus tau, jangan sampai pendamping iya iya aja diatur sama penyidik," jelas Ratna.* (Yd).
Posting Komentar