CIANJUR ORBITJABAR.COM - Komunitas pelajar Cianjur yang tergabung dalam Burung Hantu Community Cianjur (BHCC) menggelar acara Massa Orientasi Kekeluargaan memperkenalkan budaya Cianjur kepada masyarakat khususnya bagi para pelajar Cianjur dalam bentuk "Orasi Budaya". Kegiatan tersebut bertempat di Gedung DKC Cianjur, Sabtu (13/10).
Turut hadir dalam acara tersebut Budayawan Cianjur Tatang Setiadi sebagai Nara Sumber, Praktisi Hukum Unang Margana, SH,MH, Ketua BWC Wisnu, Ketua GHB Ami Wowo dan peserta para pelajar Cianjur kurang lebih sekitar 100 orang.
Dalam Sambutannya Ketua BHCC Muhamad Daffa Tauhid yang akrab disapa Aa Dafa, mengatakan pemuda khususnya pelajar Cianjur harus lebih bermanfaat, Jangan hanya sekedar doyan nongkrong.
"Kita Pelajar harus punya pikiran bisnis, selain itu juga harus punya pikiran kritis, bagaimana caranya untuk memajukan pelajar Cianjur. Kita semua pada masanya adalah calon-calon pemimpin", tutur Dafa.
Hal senada dikatakan Ketua BWC yang akrab disapa Aa Wisnu memaparkan, bahwa sebagai anggota organisasi harus tetap menjunjung tinggi organisasi, dengan melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat.
"Hindari konflik, hindari kriminalitas dan narkoba, hindari segala yang bertentangan dengan aturan, jadilah pemuda yang kiritis terhadap bangsa," papar Wisnu.
"Kalianlah orang-orang terdepan untuk memperjuangkan budaya kita khususnya budaya Cianjur," imbuh Wisnu.
Sementara Tatang Setiadi sebagai Nara Sumber dalam pemaparannya mengatakan bahwa selama ini dia berusaha untuk 'ngamumule' budaya Cianjur khususnya dalam seni Cianjuran kacapi suling.
"Abah konsisten dina kacapi suling, rek saha deui nu ngamumule budaya Cianjur lamun lain urang orang Cianjur," kata Tatang yang akrab disapa Abah.
Lanjut Abah Tatang, kebudayaan adalah tradisi ciri karakter suatu bangsa. Bahasa Cianjur merupakan bahasa Sunda yang dianggap paling bagus, paling ramah, tidak harus malu seharusnya banggalah dengan bahasa kita bahasa Sunda Cianjur.
"Di cina, letik keneh eta budak bisa bahasa cina, sumawona di Arab, leutik keneh eta budak bisa bahasa Arab, tah di Cianjur oge mun aya budak teu bisa bahasa Sunda teh meni kacida," papar Abah.
Ngaos mamaos maenpo, lanjut Abah, adalah warisan budaya Cianjur yang harus dilestarikan, menjadi ciri dan karakter orang Cianjur sejak dulu dan semestinya di masa yang akan datang.
"Eta warisan, nalika mama ajengan kandang sapi, mama sarongge, diskusi, kumaha lamun ngaos mamaos maenpo janten ajaran para santri di pasantren. Eta jadi salah sahiji upaya ngamumule,"
Tatang Setiadi Pengasuh Seni di Yayasan Perceka Art Center ini melanjutkan paparannya, Ngaos jika diartikan dalam bahasa Indonesia ialah mengaji atau mengkaji.
"'Ngaos dina Alqur'an jelas ditulis 'Iqro', baca, ngaji, bisa oge diartiken mengkaji", lanjutnya.
Yang Kedua Mamaos, Lanjut Abah, berawal dari obrolan para menak Cianjur Aria Cikondang dan Aria Kidul. Kedua menak ini masing-masing punya kelebihan yang berbeda yang satu ahli kanuragan dan yang satu ahli sastra.
Dalam obrolan tersebut mereka berencana ingin mendatangi Kerajaan Mataram terkait wilayah dan masyarakat Cianjur. Akan tetapi setelah dipikir jika dilakukan pendekatan kekuatan mereka berpikir ulang dengan kekuatan Mataram saat itu. Sehingga dilakukanlah lewat sastra, mereka menemui Raja Mataram dengan membawa karya satra mereka 'Surat Kalih' dan disambut oleh Raja.
"Menak ti Cianjur disambut ku Raja Mataram, 'Deudeuh Teuing'. Mulihna menak ti cianjur dibekelan 3 hadiah, dibere kuda, dibere bibit tangkal, jeung surat khusus ti Mataram," Papar tatang.
"Jadi intina Cianjur jadi wilayah mandiri teh lain ku peperangan tapi ku kelembutan tutur bahasa karuhun urang anu berjuang lewat sastra nyaeta nu ayeuna disebut Mamaos," imbuh Tatang.
Dan yang terakhir 'Maenpo', lanjut Seniman Cianjur ini, Maenpo bisa diartikan gerak. Maenpo atau seni beladiri yang diciptakan oleh H. Ibrahim ini, filosopinya bisa diartikan gerak.
"Ngaos, Mamaos, Maenpo filosofina na teh saencan nindak teh dikaji hela alus gorengna, salajengna dikaji nembe diobrolken, salajengna gerak ku tindakan," jelas Abah.
"Mamaos cianjuran mah lembut, maenpona oge lembut. Hayam oge di Cianjur mah teu diaduken Ciihna tapi sorana we diaduken teh nyaeta hayam pelung tea," imbuh Abah.
Cianjur, asal katanya dari mana, lanjut Abah, sampai saat ini belum ketemu asal katanya dari mana yang pasti bukan 'Manjur' atau cai manjur.
"Dugi ka ayeuna teu acan kapendak asal kata Cianjur teh timana, nu jelas mah lain 'Manjur'. Manjur mah jaman kiwari," ungkap Tatang sambil tertawa kecil.
Terakhir, Abah Tatang Setiadi berharap kepada masyarakat khususnya para pelajar yang jadi peserta kegiatan "Orasi Budaya", untuk terus melestarikan budaya Cianjur.
"Titip kahideup sadayana, abah mah tos kolot, titip lestariken budaya cinjur," tutup Abah.
Baca Juga:
Galian C di Desa Panyusuhan Tak Berizin Sudah Beroperasi, Warga Khawatir Dampak
Sementara Penasehat Generasi Harapan Bangsa Unang Margana turut menjadi pembicara dalam acara tersebut memaparkan bahwa saat ini kondisi bangsa, banyak pelanggaran-pelanggaran yang semakin menjadi-jadi, baik pelanggaran aturan agama maupun adat istiadat.
"Mudah-mudahan anu dipaparken ku Abah Tatang Setiadi jadi pegangan urang sebagai orang cianjur tidak hanya 3 pilar saja, tapi Cianjur oge terkenal kota santri," papar Unang.
"Ngaos, wayahna ulah aya aktivitas ti magrib sampai isya wayahna ngaraji, teras mamaos, maenpo gerak bisi hoyong diajar mangga dongkap ka DKC. Bilih bade diajar kacapi atanapi ngawih sok kadieu," lanjut Unang.* (Yd)
Posting Komentar