Kabar yang beredar terkait penggalangan dana partisipasi pendidikan melalui komite sekolah terus menjadi buah bibir publik disaat pemerintah gencar memberantas pungutan liar atau pungli, tak terkecuali di sektor pendidikan.
Salah seorang orang tua siswa yang tidak mau disebutkan namanya (red) memaparkan bahwa di SMAN 1 Cilaku ada biaya yang harus dibayar dengan dalih sumbangan akan tetapi sumbangan tersebut ditentukan nilainya dan mengikat.
"Kelas 10 sebesar Rp 3Juta, kelas 11 Rp 1,5juta, dan kelas 12 Rp 1,5Juta," jelasnya, Minggu (26/02).
Lanjutnya, Sumbangan dan pungutan tentu berbeda makna, sumbangan seharusnya tidak ditentukan nilainya dan juga tidak mengikat.
"Kata 'sumbangan' hanya dalih saja, walaupun berdasarkan hasil rapat, nilainya sudah ditentukan oleh pihak komite dan sekolah, juga mengikat, bahkan sampai saat ini masih banyak ijazah yang tidak diberikan kepada siswa karena masih punya tunggakan sumbangan," kata dia.
"Alokasi anggarannya pun harus berhubungan langsung dengan kepentingan siswa, rumor yang beredar malah anggaran sumbangan sebagian ada yang masuk ke iuran MKKS, Peringatan Hari Guru Nasional, Peringatan HUT RI, kegiatan PKG, bahkan rumornya sebagian anggaran buat THR, semua itu kan tidak ada hubungannya dengan kepentingan siswa," lanjutnya.
Sementara Kepala Sekolah SMAN 1 Cilaku Tapip, M.Pd, saat dikonfirmasi di kantornya, Senin (27/02) mengaku tidak semua siswa dipungut dana sumbangan.
"Sebanyak 20% 0 rupiah, dan sisanya 80% bervariatif tidak sama, sekolah hanya menjalankan apa yang sudah disepakati dalam musyawarah komite bersama orang tua siswa, sesuai RKAS," kata Tapip.
"Salah satu yang sudah direalisasikan dari sumbangan tersebut diantaranya pembangunan lahan parkir motor, untuk mobil operasional siswa belum terealisasi karena masih kekurangan dana," sambungnya.
Diakui Tapip, tiap jenjang kelas ada programnya, jadi setiap tahun ada dana sumbangan.
"Yang jelas ini bukan pungutan tapi sumbangan yang sudah disepakati dalam musyawarah komite bersama orang tua murid sesuai dengan RKAS," dalih Tapip.
"Sumbangan tersebut tidak mengikat, terkait isu menahan ijazah itu tidak benar, hanya belum diambil, datang saja ke sekolah kami akan berikan," kata Tapip.
Ketika ditanya bahwa dana sumbangan tersebut alokasinya harus berhubungan langsung dengan kepentingan siswa, tetapi menurut nara sumber ada alokasi anggaran masuk ke Iuran MKKS, Peringatan Hari Guru Nasional, Peringatan HUT RI, kegiatan PKG, dan pemberian THR, Tapip yang juga menjabat sebagai Ketua MKKS SMA/SMK Kabupaten Cianjur mengatakan bahwa semua itu ada hubungan dengan kepentingan siswa.
"MKKS kan membina kompetensi Kepala Sekolah, lamun Kepala sekolahna bodo nu rugi saha, kaitan itu kan ada yang langsung dan ada yang tidak langsung, ada memang didalamnya itu ada pelatihan untuk guru, ada pelatihan untuk Kepala sekolah," ujar Tapip.
Selanjutnya ketika ditanya berapa iuran per SMA/SMK untuk MKKS, Tapip tidak menjawab, diakuinya bahwa hal itu rahasia.
"MKKS itu sebagai Organisasi butuh biaya operasional, pembiayaannya diserahkan kepada kemampuan managerial masing-masing Kepala Sekolah, saya mengeluarkan iuran MKKS, carana kumaha, pinter-pinter Kepala Sekolah atuh, tong jadi Kepala Sekolah atuh teu bisa ngabiayaan organisasi mah," papar Tapip.
Ketika ditanya berapa penerimaan Sekolah dari sumbangan siswa untuk tahun kemarin, dengan nada tinggi Tapip menjawab bahwa itu masalah dapurnya.
"Ente naon make jeung tatanya kitu, sebagai atasan?, wartawan mah nggak berhak bertanya begitu, jangan ke situ, berapa mah itu dapur saya atuh, yang berhak nanya begitu atasan saya, kecuali kalau saya diperiksa oleh yang berwenang," bentak Tapip.
"Kalau pun orang tua siswa yang nanya, tanya melalui komite, diterimanya juga oleh komite, kita hanya mitra," sambungnya.
Baca Juga : Kembangkan Kawasan Eduwisata, FPIK Unpad Hadirkan Cafe and Resto Oceano di lingkungan kampus
Sementara beberapa bulan lalu Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam akun Instagramnya menegaskan tak boleh ada pungutan apapun. Semua urusan anggaran pendidikan itu sepenuhnya diurus oleh negara. Jikapun ada urgensi, itu pun harus mendapatkan ijin tertulis dari Gubernur," kata pria yang akrab disapa Kang Emil itu.
"Jika ada praktik keliru di sekolah-sekolah menengah negeri, segera dilapori kepada kami atau @disdikjabar," jelasnya.*** (Yd/Ko)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPosting Komentar