BANDUNG - Program pertukaran dosen (lecturer exchange) yang disain dalam kuliah umum bagi mahasiswa BKI bertujuan untuk memperkuat kerjasama di bidang pendidikan dan meningkatkan kemampuan dosen dalam konteks komunikasi lintas budaya. Program lecturer exchange dalam acara kuliah umum bagi mahasiswa ini didesain oleh jurusan BKI FDK UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan BKI UIN Sunan Ampel Surabaya dengan mengambil tema “Kompetensi Konselor Muslim”.
"Program ini dirancang untuk menumbuhkan rasa kepemilikan mahasiswa BKI FDK UIN Sunan Gunung Djati Bandung terhadap keberagaman budaya pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh dosen-dosen BKI Sunan Ampel Surabaya. Begitupun program lecturer exchange ini memungkinkan terjadinya pertukaran mahasiswa antara jurusan BKI FDK UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan BKI UIN Sunan Ampel Surabaya." tutur Ketua Jurusan BKI FDK UIN Bandung, Dr.H. Dudy Imanuddin, M.Ag menegaskan.
Hadirnya dosen-dosen luar jurusan sendiri dapat menunjang penguatan kompetensi yang bisa menjadi bekal berharga bagi karier mahasiswa di masa mendatang.
Program lecturer exchange diisi oleh Dr. Agus Santoso, M.Pd, Muhammad Thohir (BKI UINSA Surabaya), M. Pd, Dr. Hajir Tajiri, M. Ag dan Dr. Dudy Imanuddin Effendi, M. Ag (BKI UIN SGD Bandung) pada tanggal 24 Oktober 2022 di Aula FDK UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini menegaskan bahwa profesi konseling merupakan suatu aktivitas yang tidak dapat dilakukan secara mekanistis dan oleh sembarang orang karena didalamnya memperlihatkan suatu pertemuan antar manusia dalam suatu hubungan yang membantu (helping relationship) dan professional.
Hubungan yang membantu itu difasilitasi oleh konselor dalam rangka merespon kebutuhan atau masalah konseli (konseli). Masalah-masalah konseli yang dapat dibantu melalui konseling diantaranya masalah psikologis, pendidikan, karir, penikahan dan keluarga, dan hubungan interpersonal. Dalam acara ini tersirat dari semua narasumber bahwa konseling dapat berlangsung dengan efektif, apabila konselor sebagai helper memiliki karakteristik atau kompetensi yang dapat memfasilitasi proses dan keberhasilan konseling tersebut.
Kompetensi yang harus melekat dalam konselor muslim itu diantaranya: 1) kesadaran dan pemahaman diri (self-awareness and understanding); 2) kesehatan psikologis yang baik (good psychological health); 3) kepekaan dan pemahaman terhadap ras, etnik dan faktor-faktor budaya (sensitivity to and understanding of racial, ethnic, and cultural factors in self and others); 4) sikap terbuka (open-mindedness); 5) bersikap objektif (objectivity); 6) dapat dipercaya (trustworthness), dan; 7) kemenarikan interpersonal (interpersonal attractiveness). Semua kompetensi tersebut harus terkait dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dalam ajaran Islam yang menjadi basis agama yang dianut oleh konselor muslim tersebut.
Kompetensi lainnya yang juga harus melekat dalam diri konselor muslim adalah: 1) memiliki beliefs yang menyangkut keyakinan atau pandangan konselor mengenai kehidupan, orang, dan masalah. Dalam hal ini, seorang konselor muslim diharapkan memiliki pandangan yang optimistik tentang hidup, bersikap altruistik terhadap orang lain, dan bersikap realistik dalam menghadapi kenyataan hidup dan masalah-masalah yang dialaminya. Komptensi beliefs ini sangat selaras dengan dengan nilai-nilai agama Islam; 2) Memiliki self-awarness yang kuat, seperti terkait dengan nilai-nilai atau keyakinan-keyakinannya, masalah atau kesulitan yang dialaminya, dan tingkat kesabaran yang tinggi; 3) Memiliki knowledge and skills, semacam wawasan dan keterampilan yang memadai tentang konseling.
Dalam hal ini seorang konselor muslin, secara terus menerus perlu mengembangkan profesionalitasnya, seiring dengan perkembangan teori dan inovasi dalam bidang konseling perspektif Islam maupun umum; 4) Memiliki a proper view of his role, semacam memiliki pandangan yang tepat tentang peranannya, jangan sampai menganggap dirinya sebagai seseorang yang tahu segalanya dan dapat melakukan segalanya.
Konselor yang kurang memahami peranannya, mungkin akan terburu-buru untuk membantu konseli dengan caranya sendiri, tanpa memberikan kesempatan kepada konseli untuk berpartisipasi aktif memecahkan masalah yang dialaminya. Harus diingat, bahwa konselor hanya sebagai seorang “enabler” bukan seorang “omnipotent saviour” (penyelamat yang mahakuasa).
Konselor berperan sebagai helper, yang memberikan “helping” kepada konseli untuk “solve their problems”. Dengan demikian, tugas utama konselor adalah “helping” bukan “solving”. Peranan konseli adalah”to do the work”, dan peranan konselor adalah”to help him to do it”.
Akhirnya, dengan digelarnya kegiatan program lecturer exchange dan kuliah umum yang didesain oleh jurusan BKI FDK UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan BKI UIN Sunan Ampel Surabaya ini diharapkan dapat memotivasi para mahasiswa BKI untuk semakin meningkatkan kompetensinya, terkhusus perannya sebagai konselor Muslim. Kompetensi yang dapat berguna bagi praktek-praktek Bimbingan Konseling Islam, baik saat ini semasa mahasiswa atau dikemudian hari setelah menjadi alumni dan mengabdi di masyarakat atau institusi-intitusi pekerjaannya. (Editor: Ridwan Mubarak)
إرسال تعليق