Close Ads Here
Close Ads Here

Merasa Dikriminalisasi, Nilakanti Menilai Proses Hukum Terhadap Dirinya Terlalu Dipaksakan



Cianjur | Orbitjabar.com
- Nilakanti (37) Seorang Ibu muda warga Kabupaten Dompu NTB meminta keadilan ke Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo. Pasalnya Ia merasa dikriminalisasi oleh oknum Kepala Sekolah sebagai pelapor dan Oknum  Penyidik atas tuduhan kasus dugaan tindak pidana penggelapan sebuah laptop milik sekolah.


Kasus ini bermula saat Nilakanti menjadi Bendahara di SD IT Al-Hilmi dibawah naungan Yayasan As-Shaff. Saat itu sering terjadi kehilangan di tempat kerjanya bahkan uang sekolah pun sering hilang. Saking kesalnya Nilakanti berinisiatif untuk memasang kamera di ruangannya. Dari kamera tersebut, ketahuan siapa pelaku pencurian yaitu sekurity sekolah yang masih saudara kandung dengan Kepala Sekolah.


Diduga untuk menutupi nama baik keluarga dan juga Sekolah,  pada Bulan Agustus 2020, Nilakanti dipanggil Polsek Kota Dompu dengan undangan klarifikasi. 


Menurut keterangan Nilakanti, hasil dari pertemuan itu menemui kesepakatan, dirinya akan menyerahkan data dan alat kerja yang diminta kepala sekolah, sebaliknya Kepala Sekolah memberikan kepastian hukum terhadap pemberhentian kerja atas dirinya dan atau menerima laporan pertanggungjawaban kami selaku bendahara di hadapan Yayasan. 


"Kepala sekolah tidak menghadiri pertemuan yang telah disepakati. Dan bahkan kami sudah beberapa kali berupaya mengembalikan laptop langsung kepada pihak Yayasan As-Shaff, namun ditolak tanpa alasan yang jelas", kata Nilakanti di Cianjur, Selasa (11/04).


Baca Juga: Merasa Dikriminalisasi, Seorang Ibu Minta Keadilan Nangis Teriak-Teriak di Ruang Utama Mabes Polri


Lanjut Nilakanti, tanggal 09 Oktober 2020 dirinya telah dilaporkan ke polres Dompu dengan dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP oleh Kepala sekolah SDIT Al-Hilmi Dompu. 


"Atas laporan tersebut saya dipanggil untuk memberikan keterangan dengan Surat Penggilan Nomor B/1465/XI/2020/Sat Reskrim perihal undangan klarifikasi tanggal 21 Nopember 2020 dan tidak disertai Pro Justitia, setelah diselidiki dan dipelajari panggilan tersebut tidak disertai Surat Tugas dan Surat Perintah Penyelidikan", ungkapnya.


Selanjutnya, Setelah 6 (enam) bulan dari pemanggilan Ia menerima undangan kembali yaitu dengan Surat Panggilan Nomor B/572/IV/2021/Sat Reskrim pada tanggal 08 Mei 2021 Perihal Permintaan Keterangan, yang mana kedua pemanggilan tersebut juga tidak didasari dengan Pro Justitia dan Surat Perintah Penyelidikan.


"Kami datang memenuhi panggilan penyidik Polres Dompu dan kami meminta penjelasan kepada pihak penyidik terhadap undangan tersebut yang mana penyidik menjelaskan secara singkat kami diduga tidak mau mengembalikan alat kerja bendahara", jelas Nilakanti.


"Padahal Saya punya alasan sederhana, bahwa saya ingin melakukan laporan Pertanggungjawaban Keuangan dahulu, tapi tidak diberikan ruang, saya  khawatir ketika diserahkan data sehubungan dengan keuangan dirubah oleh oknum yang tidak bertanggungjawab sehingga beresiko, sampai saat ini juga belum ada SK Pemberhentian kerja terhadap saya", sambungnya.


Tanggal 24 Juni 2022, Lanjut Nilakanti, dirinya mendapatkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan Nomor: B/91/VI/2022/Sat Reskrim tanggal 24 Juni 2022, yang mana pada surat tersebut belum tercantum diri tersangka hanya menggunakan inisial KA, salah satu rujukan surat tersebut adalah Laporan Polisi Nomor : LP/b/179/V/2021/NTB/Resor Dompu/Polda NTB tanggal 18 Mei 2021, yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Dompu.


"Berdasarkan laporan tersebut, kami belum dipanggil untuk didengarkan keterangan sebagai saksi pada tahap penyelidikan, karena pada panggilan sebelumnya hanya pemberian keterangan/Klarifikasi biasa tanpa ada Pro Justitia sebagai dasar pada tahap Penyelidikan dan Penyidikan", katanya.


Selanjutnya, tanggal 7 Agustus 2022, Nilakanti mendapatkan Surat Panggilan I dengan tulisan Pro Justitia dengan Surat Nomor : S Pgl/151/VIII/2022/Sat Reskrim yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Dompu untuk menemui Kanit Pidum I pada tanggal 09 Agustus 2022 untuk didengarkan keterangan sebagai saksi, salah satu dasar pemanggilan tersebut adalah Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP Sidik/114/VIII 2002/Sat Reskrim tanggal 20 Juni 2022.


Lanjut Nilakanti, setelah memperhatikan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP Sidik/114/VIII 2002/Sat Reskrim tanggal 20 Juni 2022 yang dijadikan dasar Surat Panggilan I dengan tulisan Pro Justitia Nomor : S Pgl/151/VIII/2022/Sat Reskrim tanggal 7 Agustus 2022, dimana antara penulisan bulan pada nomor surat dengan penulisan bulan diterbitkannya surat tersebut ditemukan perbedaan.


"Dari perbedaan penulisan tersebut sangat fatal akibatnya dalam sebuah proses hukum yang formal" kata Nilakanti.


Selanjutnya  tanggal 28 September 2022, dirinya mendapatkan Surat Panggilan I lagi dengan Surat Nomor : S Pgl/215/IX/2022/Sat Reskrim untuk menghadap Kanit Pidum I untuk didengar keterangan.


"Surat PANGGILAN I pada proses ini dilakukan 2 kali. Ini sangat bertentangan dengan prosedur penyidikan yang sebenarnya," jelas Nilakanti


Tanggal 28 September 2022, lanjut Nilakanti, Kasat Reskrim Polres Dompu telah menerbitkan Surat Ketetapan Nomor : S Tap/115/IX/2022/Sat Reskrim tentang penetapan tersangka atas dirinya.


"Dalam surat penetapan tersangka ditulis umur dan jenis kelamin yang tidak sesuai dengan saya, 36 tahun ditulis 34 tahun dan wanita ditulis laki-laki. Hal ini sangat fatal akibatnya karena tidak memberikan kepastian hukum terhadap diri kami dikarenakan penyidik tidak mengedepankan unsur kehati-hatian atau kah disengaja" ungkap Nilakanti.


Selanjutnya tanggal 01 Oktober 2022 Nilakanti menerima surat panggilan II dengan Nomor : S Pgl/215.a/X/2022/Sat Reskrim untuk menghadap Kanit Pidum I, Nilakanti dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka. 


"Saya sedang berada di luar kota, kuasa hukum menyurati Pihak Reskrim Polres Dompu dengan tujuan untuk memberitahukan saya tidak dapat hadir memenuhi panggilan tersebut", katanya.


Selanjutnya 28 Desember 2022 Nilakanti menerima SURAT PANGGILAN III dengan Nomor : S Pgl/215.b/XII/2022/Sat Reskrim, lagi-lagi diminta untuk menghadap Kanit Pidum I yang mana kami dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka.


Tanggal 30 Desember 2022, pihak penyidik Polres Dompu menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP II) dengan Nomor : B/213/XII/2022/Sat Reskrim yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Dompu selaku Penuntut Umum.


"Pada surat tersebut tidak dituliskan tembusannya, akan tetapi surat itu diberikan ke kami dan diantar oleh penyidik Polres Dompu, lalu dititip ke tetangga oleh karena pada tanggal 29 Desember 2022 saya meninggalkan rumah menuju Ibu Kota untuk meminta perlindungan hukum kepada Komnas Ham dan meminta keadilan Bapak Kapolri", jelas Nilakanti.


"SPDP baru ini, maka ada 2 (dua) SPDP pada kasus yang sama. Hal ini sangat bertentangan dengan Peraturan Kapolri dan KUHAP yang menjelaskan bahwa hanya ada satu Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dalam sebuah kasus pidana", sambungnya.


Secara yuridis, Lanjut nilakanti, Penetapan Tersangka terhadapnya tidak didukung dengan 2 (dua) alat bukti dan barang bukti karena barang bukti yang disita oleh penyidik adalah surat-surat yang berada di tangan kepala sekolah selaku pelapor, sedangkan laptop sebagai objek yang dilaporkan telah kami serahkan ke penyidik dengan membuat surat tanda penerimaan yang ditandatangani oleh Kanit I Pidum Polres Dompu", beber Nilakanti.


Menurut Nilakanti, Proses yang sangat lama tersebut, tidak ada upaya penyidik melakukan Restoratif Justice (RJ).


"Kami ditekan untuk mengakui segala tuduhan kepala sekolah. Dan sesuai replik pihak Kejaksaan pada sidang gugatan kami terkait perbuatan melawan hukum di PN Dompu bahwa SPDP Nomor: B/91/VI/2022/Sat Reskrim tanggal 24 Juni 2022 telah dikembalikan oleh penuntut umum kepada penyidik karena penyidik dianggap tidak melakukan penuntutan dan tidak pernah mengirim berkas perkara ke penuntut umum dan bila mencermati ketentuan masa berlaku SPDP sejak 24 Juni 2022 sampai saat ini (kurang lebih 7 bulan) sudah melewati masa kadaluarsa melewati 30 hari. Namun tidak ada juga kepastian hukum yg dilakukan oleh penyidik, sehingga tidak ada rasa keadilan yg kami dapatkan".


"Heran, dalam satu perkara ada 2 Surat Perintah Penyidikan? Adakah di dalam KUHAP menjelaskan kalau ada surat panggilan ke 3 (tiga)? Jika mengacu kepada surat Perintah Penyidikan yang lama, kami tidak seharusnya ditetapkan sebagai tersangka mengingat SPDP sudah dikembalikan oleh penuntut umum kepada penyidik Polres Dompu? Jika mengacu kepada Surat Perintah Penyidikan yang baru, kenapa tidak memulai dari awal proses penyidikannya? namun yang terjadi kami dipanggil langsung sebagai tersangka dengan Surat Panggilan ke 3."


"Jadi, apa yg menjadi dasar sehingga kami ditetapkan sebagai tersangka? Apa yg menjadi obyek sengketa dalam perkara penggelapan dalam pasal 372, sedangkan barang yang disangkakan telah kami serahkan kepada penyidik jauh sebelum kami ditetapkan sebagai tersangka dan penetapan tersangka kami tanpa didukung oleh barang bukti yang disangkakan dan penyidik melakukan penyitaan surat-surat terhadap pelapor?"


Menurut Nilakanti, berdasarkan arahan Komnas Ham pada bulan Januari lalu, Ia telah melapor secara internal ke Propam Mabes Polri dan Wassidik Mabes Polri terkait masalah tersebut.


"Namun sampai saat ini belum ada kepastian yang didapat", Ucap Nilakanti mengiba.** (Yd)

Post a Comment

أحدث أقدم