Orbitjabar.com - Salah Satu Tim Kuasa Hukum Nilakanti, Karnaen, SH, MH angkat bicara, Ia menilai proses penyidikan terhadap kliennya dirasa sarat akan kesewenang-wenangan.
Karnaen menyayangkan, saat Nilakanti ditahan di Polres Jakarta Pusat, Tim advokasi Nilakanti sudah bikin jadwal untuk pertemuan dengan pihak Polres Dompu difasilitasi oleh Polres Jakpus namun Pihak Polres Dompu tidak mengindahkan, bahkan membawa duluan Nilakanti untuk dibawa Ke Dompu diluar sepengetahuan Tim Kuasa Hukum.
"Mestinya dari pihak Polres Dompu ada komunikasi, karena kita disini jelas selaku kuasa hukum yang ditunjuk pada tanggal 17 April 2023. Kita akan menanyakan minimal surat penahanan, penangkapan itu kita tidak tahu, tidak jelas ketika kita dijanjikan jam 9.00, ternyata mereka sudah duluan menjemput dan membawa Nilakanti, saya kira ini perbuatan sewenang-wenang oleh penyidik, tidak menghargai kita selaku kuasa hukum", ungkap Karnaen, Minggu (13/05).
"Saya kira ini keterlaluan, jelas ya, mestinya kita ketemu lah, kita ngobrol baik-baik kita kooperatif", tambah Karnaen.
Menurut Karnaen, terlepas status hukumnya DPO atau bukan, tetap punya hak untuk tidak diabaikan oleh aparat.
"Apalagi ini wilayahnya Jakarta, harusnya Pihak Polres Dompu ketemu kita dulu, kita akan menanyakan status mereka ini dalam penahanan, penangkapan, saya yakin ini memang trik mereka untuk tidak bertemu kita, bagaimana caranya menarik bu Nilakanti untuk di proses ke Dompu, saya kira itu" ujarnya.
Ketika ditanya perkembangan terbaru perkara Nilakanti, Karnaen mengatakan, posisi Tim Advokasi di Cianjur sedangkan Nilakanti sendiri di Dompu, walau pun terkendala jarak tetapi tetap monitor.
"Ada teman-teman kita juga di Dompu bantu advokasi, jadi kita bareng-bareng bantu Nilakanti, kita masih monitor. Terakhir Nilakanti diperiksa, tetapi itu kan ancaman diatas 5 tahun itu ketika diperiksa harus didampingi pengacara, ketika tersangka keberatan, tidak bisa memaksakan pemeriksaan", kata karnaen.
"Perkara yang dituduhkan ancamannya kan jelas diatas lima tahun itu wajib didampingi pengacara, itu hak-haknya Nilakanti sebagai tersangka tidak bisa dipermainkan atau dihilangkan begitu saja terlepas dia DPO atau bukan, itu sangat ironis menurut saya. itu sewenang-wenang terhadap orang kecil", tambahnya.
Karnaen menjelaskan bahwa dalam hukum acara, tersangka berhak untuk tidak menjawab apapun, karena HAK Asasasi manusia itu dilindungi.
"Nanti kita akan buka di pengadilan, kalau bisa kita minta penyidiknya hadirkan, dalam penyidikan ini tidak boleh seseorang ditekan atau diintimidasi. Ingat Nilakanti ini bukan teroris, bukan penjahat besar, dia itu orang kecil yang berharap keadilan, itu masalah laptop" jelasnya.
Karnaen menilai, perkara yang menjerat Nikanti terlalu diada-adakan, perkara sebuah laptop bisa menjadi bola liar, merembet kemana-mana, tidak memprioritaskan Restorative justice.
"Nilakanti kan sebagai bendahara dan juga waktu itu belum diberhentikan, sewenang-wenang juga ini Yayasan, seharusnya hal seperti itu bisa diselesaikan dengan bantuan dari tingkat Polsek, jadi semacam bola liar, kemana-mana, mungkin Yayasan banyak duitnya kali biasa memanfaatkan aparat untuk menahan seorang perempuan dengan alasan penggelapan laptop", katanya.
"Ini kan lucu, harga laptop berapa sih, sangat ironis lah, ini bukan dicuri atau diambil, ini kan enggak, posisinya kan waktu itu selaku pekerja. Dia kan mau menyerahkan saat difasilitasi Polsek, ternyata Kepala sekolah pelapor tidak hadir, habis itu lapor ke Polres, diterima lagi, jangan-jangan dikasih duit lagi", tambahnya.
Karnaen menduga bahwa pelapor kelihatan sengaja tidak mau perkara tersebuit beres begitu saja, ingin membuat masalah tetap berlanjut supaya bagaimana bisa dijerumuskan Nilaknti sampai ditahan.
"Kami juga selaku kuasa hukum, kalau prosesnya memang dinaikan, kita akan bikin opini hukum ke Kejaksan Negeri Dompu bahwa perkara ini kita minta untuk SP 3. Kalau ini naik sidang, kita akan laporkan hal ini ke Komisi Yudisial, termasuk kita akan pantau hakimnya, supaya putusan hukum ini seadil-adilnya", tegas Karnaen.
"Kita akan buka nanti di pengadilan, kami akan turun ke Dompu, kita akan membela kasus ini sampai akhir, kita juga akan melakukan langkah-langkah hukum termasuk kita akan menggugat Yayasan tersebut, selama ini orang dipecat harus dengan prosedur yang jelas", tambahnya.
Ketika ditanya, kenapa perkara ini prosesnya sampai berjalan lama, kurang lebih sampai saat ini sudah tiga tahun, Karnaen menduga bahwa kasus ini sarat rekayasa.
"Bisa jadi kasus ini memang penuh dengan rekayasa, termasuk ada indikasi titipan, mungkin ada yang sakit hati, karena Nilakanti awalnya mengungkap masalah pencurian di sekolah yang notabene pelakunya adalah adik kandung si pelapor, disitulah mungkin ada unsur dendam", ungkapnya.
"Kasus-kasus seperti ini dengan enam bulan proses hukum saya kira bisa beres, masa sampai bertahun-tahun prosesnya", tambahnya.
Menilai proses Penyidikan dari Polres Dompu, Karnaen menilai banyak kesewenangan, Ia berencana akan melaporkan hal tersebut ke LPSK.
"Saya bingung kalau lihat proses penyidikan dari Polres Dompu, Dalam hal Nilakanti disidik tidak didampingi oleh pengacara, harusnya kan berhenti, panggil dulu pengacaranya, dikasih waktu, tidak langsung maen sidik aja", ujarnya.
"Kemarin juga saya dengar, ditahanan sampai ada pelonco, sampai ribut, ini kan lucu Kita akan laporkan itu, itu nggak benar penanganannya", tambahnya.
Untuk langkah selanjutnya Karnaen bersama Tim Advokasi akan menindaklanjuti komunikasi dengan Komisi III DPR RI, LPSK, termasuk Komnas HAM.
"Lembaga yang terkait akan kita datangi, kita akan memantau perkara ini, yang jelas kalau memang perkara ini naik P 21, kita akan turun ke Dompu. Nilakanti ini simbol perjuangan, kasian sampai berangkat dari dompu ke jakarta hanya ingin mencari keadilan", jelasnya.
Baca Juga: Bongkar Kasus Pencurian Sang Pembongkar Malah Dipolisikan, Ini Kata Nilakanti
Seperti diketahui sebelumnya, Nilakanti Warga Dompu NTB, wanita yang sempat viral karena dikabarkan menerobos istana demi meminta keadilan ke Presiden Jokowi atas kasus hukum yang menimpanya di Polres Dompu NTB.
Awal sebelum perkara menjerat dirinya, Nilakanti membongkar kasus pencurian di SD IT Al-Hilmi tempat dia bekerja. Ironi, bukan diberi penghargaan malah dia diistirahatkan dari pekerjaannya oleh Kepala Sekolah, bahkan sampai dipolisikan.
Baca Juga: Merasa Dikriminalisasi, Nilakanti Menilai Proses Hukum Terhadap Dirinya Terlalu Dipaksakan
Kasus yang dituduhkan pelapor ke Nilakanti adalah dugaan penggelapan sebuah laptop yang melilitnya dengan proses yang panjang selama 3 tahun hingga berujung berstatus tersangka. Sedangkan Laptop tersebut sudah dikembalikan jauh-jauh hari melalui penyidik Polres dompu. Sebelumnya Nilakanti akan mengembalikan laptop dan alat kerja lainnya tetapi Ia ingin melaporkan pertanggungjawaban kerja tetapi pihak pelapor dan yayasan menolak.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Nilakanti, menyatakan bahwa saat ini sedang menjalani pemeriksaan di Polres Dompu. Padahal sebelumnya Nilakanti melakukan pengaduan Masyarakat (Dumas) ke Mabes Polri terkait dugaan kriminalisasi dan sampai saat ini prosesnya masih berjalan, belum ada keputusan hukum.** (Tim)
إرسال تعليق